Ternyata kita tidak bisa memandang sebelah mata profesi seseorang untuk mencari nafkah. Yang kelihatannya biasa saja bisa menyimpan sesuatu yang istimewa. Sosok yang tampak sederhana pun bisa memiliki kisah hidup yang luar biasa. Seperti kisah seorang bapak penjual batagor dan siomay yang berinisial S ini.
Saat melewati kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kita bisa dengan mudah menjumpai gerobak seorang pedagang siomay dan batagor Garsela. Sang pedagang, Bapak S terlihat masih kuat dan semangat terlepas dari usianya yang sudah tidak muda lagi. Berdagang siomay dan batagor menjadi sumber mata pencaharian Bapak S untuk bisa mencukupi kebutuhan seluruh keluarga. Dan ada kisah yang begitu menarik dari perjalanan dan perjuangannya berdagang sampai saat ini.
Bapak S sudah berjualan siomay dan batagor sejak tahun 1982. Dengan gerobak, ia menjajakan dagangannya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Petugas Satpol PP yang selalu melarangnya berjualan di trotoar membuatnya harus selalu memutar otak untuk bisa tetap bertahan berjualan.
“Dagang mulai jam 9 pagi tapi nggak bisa sampai sore di satu tempat apalagi kalau diem di trotoar jalan soalnya takut gerobak diambil Satpol PP katanya, ‘Ini jalanan kan bukan punya Bapak’,” ujarnya.
Saat melewati kawasan Kemang, Jakarta Selatan, kita bisa dengan mudah menjumpai gerobak seorang pedagang siomay dan batagor Garsela. Sang pedagang, Bapak S terlihat masih kuat dan semangat terlepas dari usianya yang sudah tidak muda lagi. Berdagang siomay dan batagor menjadi sumber mata pencaharian Bapak S untuk bisa mencukupi kebutuhan seluruh keluarga. Dan ada kisah yang begitu menarik dari perjalanan dan perjuangannya berdagang sampai saat ini.
Bapak S sudah berjualan siomay dan batagor sejak tahun 1982. Dengan gerobak, ia menjajakan dagangannya berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Petugas Satpol PP yang selalu melarangnya berjualan di trotoar membuatnya harus selalu memutar otak untuk bisa tetap bertahan berjualan.
“Dagang mulai jam 9 pagi tapi nggak bisa sampai sore di satu tempat apalagi kalau diem di trotoar jalan soalnya takut gerobak diambil Satpol PP katanya, ‘Ini jalanan kan bukan punya Bapak’,” ujarnya.
Kalau sedang ramai, dagangannya bisa habis ludes terjual semuanya. Sehingga dalam sehari ia bisa membawa pulang uang 200 ribu rupiah hingga 400 ribu rupiah. Walau di Jakarta ia tinggal mengontrak, namun di kampung halamannya tepatnya di Garut, Jawa Barat ia sudah membangun rumah. Tak hanya itu, ia juga memiliki sawah dan kebun. Semua jerih payahnya merantau di Jakarta terbayar dengan hasil yang memuaskan.
“Alhamdulilah dari dagang bisa bikin apa yang saya inginkan, setiap bulan saya pulang kampung untuk panen. Tanah di kampung masih murah jadi saya masih sanggup membelinya. Saya menyesal waktu tahun 1982 tidak membeli tanah di Jakarta, padahal waktu itu harga tanah masih sangat murah jadi di Jakarta saya ngontrak sama istri saya,” paparnya. Meski tidak berpendidikan tinggi karena sekolah dasar pun tak lulus, Bapak S membuktikan dirinya bisa berhasil dengan jerih payahnya bekerja.
Hanya saja ada satu hal yang sangat disayangkannya. Ia merasa sayang anak-anaknya tak mau sekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi. “Saya sedih sebenarnya, anak-anak nggak mau sekolah padahal saya mau anak saya jadi bupati atau presiden. Mereka malah memilih untuk membuka usaha seperti anak saya yang kedua membeli pabrik kerupuk di Pekanbaru,” tambahnya. Kita doakan saja semoga Bapak S sekeluarga selalu diberi kesehatan, ya Ladies. Dan semoga usahanya bisa lebih berkembang lagi ke depannya.
“Alhamdulilah dari dagang bisa bikin apa yang saya inginkan, setiap bulan saya pulang kampung untuk panen. Tanah di kampung masih murah jadi saya masih sanggup membelinya. Saya menyesal waktu tahun 1982 tidak membeli tanah di Jakarta, padahal waktu itu harga tanah masih sangat murah jadi di Jakarta saya ngontrak sama istri saya,” paparnya. Meski tidak berpendidikan tinggi karena sekolah dasar pun tak lulus, Bapak S membuktikan dirinya bisa berhasil dengan jerih payahnya bekerja.
Hanya saja ada satu hal yang sangat disayangkannya. Ia merasa sayang anak-anaknya tak mau sekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi. “Saya sedih sebenarnya, anak-anak nggak mau sekolah padahal saya mau anak saya jadi bupati atau presiden. Mereka malah memilih untuk membuka usaha seperti anak saya yang kedua membeli pabrik kerupuk di Pekanbaru,” tambahnya. Kita doakan saja semoga Bapak S sekeluarga selalu diberi kesehatan, ya Ladies. Dan semoga usahanya bisa lebih berkembang lagi ke depannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar